Headlines News :
Home » » Kepahlawanan Kapten Muslihat

Kepahlawanan Kapten Muslihat

Written By Unknown on Monday 8 October 2012 | 08:47

Kapten Muslihat memiliki nama lengkap Tubagus Muslihat. Beliau lahir pada Senin, 26 Oktober 1926, di Pandeglang. Waktu itu sedang ramai-ramainya kaum Komunis memberontak terhadap pemerintah Belanda.

Tubagus Muslihat bersekolah di HIS Rangkasbitung, namun hanya sampai kelas tiga. Selanjutnya beliau pindah ke Jakarta dan meneruskan di HIS hingga tamat tahun 1940. Kemudian melanjutkan ke Taman Siswa bagian MULO sampai kelas dua. Keluarnya Muslihat dari sekolah karena kondisi saat itu yang tidak memungkinkannya melanjutkan sekolah. Lalu beliau kemudian bekerja di Bosbow Proefstation (Balai Penelitian Kehutanan) di Gunung Batu, Bogor. Akan tetapi baru beberapa bulan bekerja terjadilah perang Pasifik.

Tentara dan pemerintah Hindia Belanda menyerah. Kota Bogor saat itu diduduki oleh tentara Jepang. Kapten Muslihat berhenti dari pekerjaan tahun 1942, ketika Jepang sudah menduduki Kota Bogor. Dan saat tahun 1943, Muslihat bekerja di Rumah Sakit Kedung Halang sebagai juru rawat. Namun tidak terlalu lama, kemudian pindah lagi ke jawatan Kehutanan.


Masa Berjuang

Saat ada kesempatan dan peluang menjadi Tentara Pembela Tanah Air (PETA) untuk memperjuangkan Nusantara, Muslihat langsung mendaftar. Setelah lulus beberapa kali testing, beliau diterima menjadi Shudancoo di Bogor bersama dengan Tarmat, Ishak Djuarsa, Abu Umar dan Bustomi. Tanggal

14 Agustus 1945, tentara Jepang menyerah ke Sekutu, saat kota Hiroshima dan Nagasaki di bom Sekutu. Meskipun hanya sampai di Bogor namun berita tersebut membuat heboh, terutama diantara bangsa Jepang dan tentaranya. Tentara Jepang tampak ketakutan dan gusar. Akhirnya, semua anggota PETA yang ada dikeluarkan dari asramanya oleh tentara Jepang setelah sebelumnya senjata dan larasnya dilucuti.

Hanya saja Muslihat dengan beberapa orang temannya latihannya bisa keluar dari asrama sembari membawa pistol dan pedang. Selanjutnya bersama anak buahnya, Muslihat aktif berjuang di BKR dan bekerjasama dengan organisasi pemuda lainnya seperti API, AMRI, KRIS dan Pesindo. Muslihat menjaga keamanan di dalam kota sambil sekalian mengambil barang rampasan dari tangan Jepang. Ia pun berhasil merebut kantor dan perusahaan milik Jepang agar menjadi milik Republik Indonesia.

Hingga akhirnya pemerintah RI, secara de jure dan de facto, resmi didirikan di Kota Bogor. BKR pun dibubarkan dan dijadikan TKR oleh Jenderal Urip Sumohardjo. Saat itu Tubagus Muslihat diangkat jadi Komandan Kompi IV Batalyon II TKR dengan pangkat Letnan Satu (Lettu). Hingga pada Oktober 1945, keadaan Kota Bogor sangat genting. Tentara Inggris dan Gurkha, serta NICA masuk ke dalam kota. Yang pertama kali didatangi adalah tangsi Batalyon XIV bekas Jepang yang memang telah dikosongkan.

Merasa sudah kuat, lama kelamaan dan lambat laun mereka mulai mempertontonkan kekuasaannya. Salah satunya, Kota Paris, tempat nyonya-nyonya dan anak-anak Belanda (RAPWI) berkumpul, direbut dan jadi wilayah kekuasaannya. Jelas hal itu membuat keadaan di dalam Kota Bogor tambah kacau. Tingkah laku Inggris ternyata lebih congkak daripada Belanda. Mereka ingin merebut Istana Bogor yang saat itu dijaga oleh para pemuda kita.

Perundingan antara petinggi kita dan Inggris gagal, dengan berat hati para pemuda meninggalkan istana.

Akibat sikap Inggris yang terlalu menyakitkan hati bangsa kita, akhirnya terjadi peperangan pada 6 Desember 1945. Meski hanya menggunakan bambu runcing dan peralatan perang seadanya, Istana Bogor dan Kota Paris jadi tempat peperangan yang sangat dahsyat. Siang dan malam pasukan Kapten Muslihat terus menyerang kedua tempat tersebut seperti tidak kenal lelah dan kata mundur.

Hingga suatu malam, sewaktu Kapten Muslihat bersama keluarganya, seperti ia sudah mendapatkan firasat. Muslihat bercerita bahwa dirinya tidak bisa terus berjuang. Kepada orangtuanya, beliau menuturkan bahwa sekiranya anaknya yang masih dalam kandungan lahir supaya diberi nama "Gelar Merdeka".


Gugur di Medan Laga

Suatu saat, 25 Desember 1945, Kapten Muslihat diikuti dengan beberapa anak buahnya. Salah satunya adalah adiknya, yaitu Gustiman, untuk menggempur kantor polisi yang ada di Jalan Banten yang sekarang bernama Jalan Kapten Muslihat. Padahal Muslihat sendiri tidak mengetahui bahwa adiknya ikut dalam rombongannya.

Kedua belah pihak baku tempat di tempat persembunyian. Merasa kesal karena perang tidak ada hasilnya, Kapten Muslihat berdiri lantas menembak, terlihat beberapa musuh berjungkalan. Namun sebaliknya tidak tahu datangnya darimana, salah satu peluru musuh menembus perutnya.

Namun demikian Kapten Muslihat tetap berdiri sambil menembak meski tak terhitung lagi berapa butir peluru menembus badannya. Peluru tersebut menyobek kulit perutnya hingga bersimbah darah. Hasil bedah memperlihatkan bahwa peluru yang menembus Muslihat berjenis dum-dum.

Melihat keadaan Muslihat, Gustiman menghampirinya sembari memeluk, akan tetapi Kapten Muslihat memerintahkan adiknya agar segera menyingkir, khawatir jumlah korban bertambah. Tanpa diketahui satu peluru mengenai punggungnya, Kapten Muslihat roboh, tubuhnya bersimbah darah. Kaos yang tadinya putih berubah jadi merah. Akhirnya dengan susah payah, lantaran terus menerus dihujani tembakan, jasad Muslihat bisa diangkat dan dibawa kerumahnya di Panaragan—salah satu nama kelurahan di Bogor Tengah—oleh barisan PMI dan dibantu anak buahnya.

Sebelum sekaratul maut, Muslihat berpesan ke orangtuanya agar uang simpanannya yang berjumlah Rp600 supaya diinfaqkan ke fakir miskin.

Kepada teman-teman kerjanya dan anak buahnya yang gugur memerdekakan negeri beliau memberikan pesan untuk meneruskan perjuangan. “Urang pasti meunang jeung Indonesia bakalan merdeka” (Kita pasti menang dan Indonesia bakalan merdeka..).

Meninggalnya Kapten Muslihat disaksikan oleh Dr. Marzoeki Mahdi—sekarang menjadi salah satu nama rumah sakit di kawasan Cilendek. Sambil mengucapkan takbir “Allahu Akbar” tiga kali, dalam keadaan tenang, dan pasrah, Kapten Tubagus Muslihat akhirnya meninggal dunia. Keesokan harinya jasadnya dikuburkan dalam keadaan masih perang dan meninggalkan istri yang sedang mengandung. (teg)

[Sumber: Disalin dari majalah Basa Sunda, Sampurasun: Jati Diri Ki Sunda, Taun Kahiji NO.02/September-Oktober 2006 oleh Dadang HP, Sejarah Perjuangan di DT II Bogor: Pemkab Bogor/ imngrh.wordpress.com] 

foto:tokohternama.blogspot.com
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bogor Geulis - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template