Headlines News :
Home » » M.A.Salmun, Sastrawan Sunda

M.A.Salmun, Sastrawan Sunda

Written By Unknown on Saturday 15 September 2012 | 00:21

Selama ini belum banyak masyarakat yang tahu siapa MA Salmun, yang namanya diabadikan dengan nama Jalan MA Salmun. MA Salmun yang nama lengkapnya “Mas Atje Salmun” adalah seorang bujangga besar yang tidak dimiliki oleh bujangga-bujangga lainnya. Hingga saat ini (abad XXI) kebesaran nama dan penguasaan ilmu susastra dan bahasa, baik bahasa Sunda maupun bahasa Indonesia, belum tertandingi. Kemahiran Salmun didalam susastra seperti penulisan novel, roman, wawacan dan puisi sebanding dengan penguasaan penulisan yang bersifat non fiksi seperti penelaahan tata bahasa.

M.A. Salmun lahir di Rangkasbitung, 23 April 1903, dan wafat di Bogor pada 10 Pebruari 1972. Beliau dimakamkan dipemakanan Blender Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal.

Ayah Salmun asisten wedana Pabyosongan Kabupaten Serang, Banten, bernama Mas Abusa'id Rakyadikaria. Pada masa mudanya ayah Salmun terkenal penari ulung dan penulis sandiwara yang dahulu dikenal dengan istilah "Kamidi". Ibu Salmun bernama Nyi Mas Samayi, yang masih mempunyai hubungan darah dengan bangsawan Lebak. Konon sang Ibu, meskipun tidak pernah bersekolah akan tetapi pandai membaca Latin, Jawa, Sunda, dan Arab. Pada zamannya, Ibu Salmun dianggap sebagai ahli bahasa, karena mahir berbahasa Sunda, Jawa, Kawi, serta lancar berbahasa Melayu. Disamping itu dapat pula sedikit-sedikit berbahasa Belanda Arab dan Tionghoa. Selain itu Ibu Salmun pun faham pula berbagai pustaka klasik, sehingga sering menjadi tempat bertanya sarjana-sarjana Belanda.

Salmun dapat dikatakan sebagai sastrawan generasi tahun 1920-an yang paling produktif sejak masa muda hingga akhir hayatnya. Meskipun penglihatannya terganggu dan nyaris tidak melihat, ia tetap menulis. Indra mata adalah organ terpenting di dalam upaya tulis menulis khususnya bagi seorang bujangga sekaliber Salmun.

Karya awal Salmun semula dalam bentuk dangding dan cerita pendek yang muncul dalam penerbitan Volksalmanak Soenda dan Majalah Parahiangan terbitan Balai Poestaka. Kemudian menulis wawacan, gending karesmen, bahasan (essay), roman, sajak-sajak dan yang lainnya.

Setamat HIS (setara SD 6 tahun sekarang) bekerja di Kantor Pos dan Telepon-Telegrap (PTT) Rangkasbitung, kemudian dipindah ke Tanjung Karang dan selanjutnya ke Cianjur. Sewaktu dinas di Tanjung Karang, Salmun mulai mengarang serius dan senantiasa mengirim tulisan-tulisan ke Balai Poestaka. Namun bukunya yang pertama berjudul “Moro Julang Ngaleupaskeun Peusing” (1923) dan “Sungkeman Gelung” (1928) terbit bukan oleh Balai Poestaka.

Tahun 1938 Salmun ditarik ke Sidang Pengarang Soenda, Balai Poestaka. Pada waktu itu banyak menerbitkan wawacan antara lain, Ciung Wanara (1939), Mundinglaya (1940), Ekalaya Palastra (1940), Asmarandhana (1942), Goda Rancana (1942). Tahun 1943 Salmun keluar dari Balai Poestaka, kemudian menjadi pegawai tinggi Pamong Praja di Banten, tapi kemudian kembali lagi (1948-1951).

Setelah kembali ke Balai Poestaka Salmun menerbitkan buku Padalangan Pasundan (1949), menyunting Mahabharata (1950), Wawangsalan Jeung Sisindiran Karya Mas Adiwinata dan Raden Bratakusumah menjadi Sisindiran pada tahun 1950 dan Gogoda Ka Nu Ngarora (1951).

Keluar dari Balai Peostaka menjadi pegawai tinggi di Departemen Sosial sampai pensiun. Ketika Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jakarta membuka Kuliah Bahasa Sunda, Salmun diminta menjadi dosen luar biasa tahun 1951. Ia juga aktif dalam Konperensi Basa Sunda di Bandung pada tahun 1952. Konperensi ini melahirkan Lembaga Bahasa dan Sastra Sunda (LBSS). Dalam
setiap kongres yang diselenggarakan oleh LBSS, Salmun sering memberikan prasaran tentang bahasa dan sastra sunda, perkembangan dan tantangannya.

M.A. Salmun termasuk yang ikut membangun dan menerbitkan Majalah Sunda Tjandra di Bogor pada tahun 1954. Berturut-turut tahun 1957 Majalah Panglipur Mangle dan Majalah Sari pada tahun 1963. Hingga saat ini, tahun 2006, Majalah Mangle masih terbit dengan teratur dan semakin menarik seiring dengan perkembangan teknologi Informatika. Di dalam setiap majalah yang diasuhnya, Salmun senantiasa menulis cerita bersambung dan bahasan tentang sastra. Beberapa cerita bersambung banyak yang dibukukan antara lain, Budah Cikapundung (1965), Angeun Haseum (1965), Villa Bati Nyeri (1966), Neangan Bapa (1966). Selain itu apabila menengok ke belakang, Salmun banyak menulis naskah Gending Karesmen seperti Mundinglaya (1933), Kelenting Kuning (1933), Lenggang Kancana yang kemudian disadur oleh sastrawan Armijn Pane dalam Bahasa Indonesia pada 1934. Pada masa sesudah perang, Salmun menulis Gending Karesmen Arya Jalak Harupat riwayat Otto Iskandardinata pada tahun 1954.

Karya-karya yang jumlahnya ratusan itu sayang hingga saat ini belum seluruhnya terkumpul dengan baik dan lengkap. Masih banyak karangan yang terbenam dalam media yang memuatnya seperti Volksalmanak Soenda, Parahiangan, Surat Kabar Sipatahoenan, Majalah Sunda, Candra, Sari, Mangle dan yang lainnya. Kecuali karya kreaatif baik dangding, sajak, roman dan Gending Karesmen, Salmun banyak menulis artikel tentang sastra wayang dan Padalangan. Bukunya tentang sastra sunda berjudul Kandaga Sastra Sunda yang terbit 1957 di Bandung. Kandaga Sastra Sunda adalah buku yang sifatnya berseri, isinya menelaah tentang sastra dan tata bahasa sunda. Di dalam buku ini pula diguar aspek-aspek bahasa yang lengkap mulai dari ejaan, perbendaharaan, dan fenomena-fenomena kebahasaan yang ditelaah secara mendalam.

Salmun tak hanya mahir menulis dalam bahasa Sunda ia pun sanggup dengan baik menulis di dalam bahasa Indonesia. Gaya menulisan dan bahasa Salmun selain penuh humor, ia pun secara serius sering memaparkan tentang filsafat, etika kehidupan dan agama. Sebagai seorang yang mendalami sastra wayang dan pedalangan karya-karya tulis Salmun tentang wayang dan pedalangan tersebut penuh dengan nasihat, petuah dan filsafat kemanusiaan.

Tahun 1971 dengan kondisi mata yang 80% yang tidak melihat, Salmun berhasil menyelesaikan naskah Paribasa Sunda yang dikirimnya ke penerbit Sumur Bandung. Karya terakhir Salmun yang beripa naskah tentang pribahasa Sunda tersebut pada tahun 1971 beberapa bulan sebelum akhir hayatnya.

Hasil karya Salmun tercatat dan terkumpulkan sebanyak 480 judul, termasuk karya-karyanya yang ditulis dalam bahasa Indinesia. Ke-480 judul tersebut adalah terbitan tahun 1929 sampai 1967, terdiri dari : guguritan 122 judul, wawacan 6 judul, sanjak 25 judul, cerita pendek 103 judul, roman 7 judul, anekdot 26 judul, drama dangding dan gending karesmen 5 judul, bahasan 172 judul, pengetahuan bacaan umum 6 judul, buku pelajaran 8 judul.

Salmun adalah pengarang tiga zaman yang sangat produktif dan serba bisa. Ia menulis dalam hampir semua bentuk karangan baik prosa, maupun puisi dalam bahasa Indonesia dan Sunda. Salmun banyak jasanya dibidang kebudayaan (Sunda), diantaranya ia berjasa mendirikan "Sakola Dalang" di Bandung pada tahun 1965.

Pahlawan pada hakekatnya tak hanya sosok seseorang yang memanggul senjata, pahlawan juga adalah insan yang secara serius dan konsisten dengan ilmu yang dimilikinya dan bermanfaat bagi masyarakat.

M.A. Salmun yang beristirahat dengan tenang di bumi Bogor pada tahun 1972 namanya diabadikan untuk sebuah jalan, yaitu Jalan M.A Salmun. Semoga keabadian nama pengganti jalan Pabrik Gas itu tak hanya sekedar nama yang terpampang dalam sebuah plang nama belaka namun seyogyanya diabadikan melalui kegiatan intelektual sastra yang secara kontinyu diselenggarakan secara sinambung dan terus menerus. Penyelenggaraan kegiatan bisa melalui peringatan Hari Jadi Bogor atau Kegiatan Pelestarian Budaya oleh Dinas Informasi Kepariwisataan dan Kebudayaan. Semoga !.


**Disarikan dan diedit dari tulisan Rachmat Iskandar penulis adalah Staf Bidang Kebudayaan pada Dinas Informasi, Kepariwisataan dan Kebudayaan

Foto: tokohitamblackchamber.blogspot.com
Share this article :

1 comment:

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bogor Geulis - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template