Kampung Urug yang Guru

Mungkin belum banyak yang mengetahui bahwa di Bogor terdapat satu cagar budaya berupa kampung adat, yang terletak di Kampung Urug Leubak, Desa Kiarapandak, Kecamatan Sukajaya, Bogor. Meski tidak sesakral kampung adat lain seperti Badui, kampong adat ini tinggal menyisakan bangunan-bangunan tradisional tatar Sunda, seperti Imah Adat Kolot dan Leuit, namun tidak menyertakan budaya-budaya adat keseharian yang dipegang dan dianut teguh seperti Badui.

Kampung Adat Urug ini dipimpin secara adat oleh tetua adat yang disapa Bapak Kolot yang tinggal di rumah adat Imah Gede. Menurut penuturan warga kampung, karisma serta pengaruh Bapak Kolot jauh lebih ditaati dan dipatuhi ketimbang petinggi formal pemerintahan seperti Kepala Desa ataupun Camat.

Kampung Urug terletak menyendiri di tepi Sungai Cidurian dan terkungkung di lembah yang mengelilinginya. Hamparan hijau sawah, rindangnya pepohonan serta sejuknya udara dan sayup kecipak riak sungai Cidurian membuat suasana pedesaan begitu kental terasa. Yang paling menarik tentunya kontur yang berbukit, ngarai, lurah dan tebing dengan selimut pepohonan rapat, rindang dan teduh.

Masyarakat kampung ini menganggap bahwa mereka berasal dari keturunan Prabu Siliwangi, raja di kerajaan Pajajaran. Bukti dari anggapan tersebut dari konstruksi bangunan rumah tradisionalnya, dimana menemukan sambungan kayu yang sama dengan sambungan kayu yang terdapat pada salah satu bangunan di Cirebon—yang merupakan sisa-sisa peninggalan Kerajaan Pajajaran.

Kata Urug dijadikan nama kampung, karena menurut mereka berasal dari kata "Guru", yakni dengan mengubah cara membaca yang biasanya dari kiri sekarang dibaca dari sebelah kanan. Kata "Guru" berdasarkan etimologi rakyat atau kirata basa adalah akronim dari digugu ditiru. Jadi seorang guru haruslah "digugu dan "ditiru", artinya dipatuhi dan diteladani segala pengajaran dan petuahnya.(abri)

Foto: forclime-photocontest.com